Hukum Hindu (pertemuan ketiga)

Keberadaan Hukum Hindu

    Dalam perkembangannya Dharmasastra berlaku di masing-masing jaman. Karena sifatnya yang fleksibel, dharmasastra mengalir mengikuti perubahan jaman (desa, kala, patra).
    
    1. Di jaman Kerta beekembang Dharmasastra karya Manu, Manawa Dharmasastra
    2. Di jaman Traita berkembang dharmasastra karya Gautama
    3. Di jaman Dwapara berkembang dharmasastra karya Sankalikhita
    4. Di jaman Kali berkembang dharmasastra karya Parasara

    Dharmasastra menjadi acuan dalam membuat peraturan atau kitab hukum. Di Majapahit misalnya terkenal dengan kitab hukum Kutara Manawa, kitab ini bersumber pada Dharmasastra.

    Di era sekarang dharmasastra juga menjadi acuan dalam membuat aturan. Aturan ini selalu mengacu pada 3 hal yaitu tata keagamaan, kemasyarakatan dan kenegaraan. Konsep ini sejalan dengan ajaran Tri Hita Karana yang dicetuskan oleh Rsi Markandeya. 

    Rsi Markandeya menjadikan Dharmasastra dalam membuat awig-awig, awig-awig adalah aturan yang mengikat desa adat. Desa adat pertama kali didirikan oleh Rsi Markandeya, desa pertama itu kini dikenal dengan nama desa Taro. Di Taro terdapat pura untuk menghormati rsi Markandeya yang bernama pura Gunung Raung, karena beliau berasal dari Gunung Raung, Jawa Timur.

    Selain desa adat, Rsi Markandeya juga pencetus berdirinya Subak. Beliau mengajarkan umatnya bertani, menanam padi gaga. Sehingga keturunan beliau dan pengikutnya disebut dengan Bali Aga.

    Selanjutnya orang suci yang berjasa menegakkan hukum Hindu adalah Mpu Kuturan. Beliau mencetuskan konsep Tri Murti. Setiap pekarangan desa harus ada tempat suci memuja Tri Murti yang disebut Tri Kahyangan Tiga. Krama adat berkewajiban menjaga, memelihara pura tersebut dengan menyelenggarakan aci atau persembahan. Selain pura kahyangan tiga, Mpu Kuturan juga menganjurkan pendirian sanggah merajan, merajan gede, paibon, kawitan. Tujuannya supaya umatnya tidak melupakan leluhur.

    Apa yang membuat Bali begitu dipuja-puja. Tidak lain karena Tri Hita Karana, keagungan taksu yang dicetuskan oleh leluhur kita. Yang kita jaga sekarang dengan mengajegkan tradisi luhur yang ada. Tradisi yang berpatokan pada Satyam (kebenaran), Siwam (kesucian) dan Sundaram (keindahan).

Postingan Populer