Cerita SMK (Pak Gabriel-Pelatih Fisik Perseden)
Perjalanan Gianyar-Ubung tidak semudah yang dibayangkan,
penuh intrik dan drama. Begini ceritanya, aku berangkat Gianyar Ubung
pukul 05.00, estimasi waktu 2 jam itu
terhitung dari jalan kaki ke pasar keramas nyari tukang ojek. Kalau lagi
beruntung bisa ngikut pick up yang bawa dagangan ke pasar gianyar. Di gianyar
aku nunggu bus atau mini bus, kalau agak pagian bisa nemu Bus langsung membawaku
dari gianyar menuju ubung. Kalau dapatnya
minibus isi transit dulu di terminal batubulan, dari batubulan ke ubung naik station
(mobil kecil). Pukul 07.15 siswa harus sudah melewati gerbang sekolah yang biasa ditunggu
oleh pak dandi, satpam yang berperawakan kecil, kurus, tapi jangan main-main
dengan beliau. Kalau ada msalah kepalamu bisa dipentung dengan tongkat yang selalu dia bawa. Mengingat betapa
beresikonya ini, aku berharap jarang pulang atau gak pulang-pulang sekalian, apalagi
isi ngelihat bapakku kesulitan mencari uang bekelku.
karena sebagian besar siswa di sekolah kami adalah laki-laki,
maka diperlukan aturan yang sedikit agak keras untuk menjaga kedesiplinan kami.
Biasanya tugas ini diemban oleh satpam, BK, atau guru olahraga. Kenapa guru
olahraga ya? Guru kami sebagian besar laki-laki, sehingga didikannya pun
ala-ala paternalistik. Push Up, sit up sudah biasa bagi kami. Syukurnya di
jurusan otomotif ada guru cewek, bu dayu Dharmawati namanya, gurunya sangat
baik shg jadi tumpuan buat siswa yang kehilangan kasih sayang hihi
Di sekolah ini karena fisikku di bawah rata-rata, jugaan
motivasiku setengah-setengah karena perkara Salah Naik Jurusan tadi. Sekolah
ini memberiku banyak julukan, salah satunya adalah Tikus. Predikat kebanggaan
yang aku dapatkan dari pak Gabriel, guru olahraga kami. Bapaknya dari timor,
flores, punya profesi tambahan pelatih fisik klub sepakbola, Perseden. Dia
selalu menceritakan dengan bangga profesinya itu. Sayangnya dia tidak tahu hati
kami selalu ketar-ketir, jam pelajaran
olahraga rasanya lamaaaaa banget. Ya, Tuhan lindungi kami!
Jam olahraga kami dimulai di jam pertama, pukul 07.15 sampai
pukul 09.00 waktunya bisa bertambah ketika dia ngasi nasihat ke kami. Bapknya
cukup relegius menurutku obrolannya seputar iman dan akhlak mulia. Dia cerita
persahabatannya dengan jero mangku sutarjana. Sedangkan kami menjadi religius
karena berdoa supaya diberi keselamatan. Pelajaran olahraga adalah medan perang
bagi kami penuh dengan pergulatan jasmani dan rohani. Alhasil setelah pelajaran
kami seperti korban perang, badan dekil, lecet-lecet di tangan dan kaki.
Pernah suatu ketika kami mengira bapaknya tidak masuk sekolah,
rasanya senang banget kami pun jalan menuju lapangan Lumintang leha-leha
sambil bercanda. Surga itu ternyata surga sementara, tak kami sadari bapaknya membunyikan
bel motornya dan berteriak-teriak di belakang kami. Bapaknya sudah menunggu di
Lumintang karena kami belum datang dia pun balik ke sekolah. Kami sangat
menyesal, Entah siapa yang menyebar berita hoaks bapaknya tidak masuk? Perang
tidak bisa dielakkan lagi. "Guling-guling kalian semua, anak nakal!"
Kami disuruh back roll dari ujung selatan sampai ujung utara lapangan. Untuk
diketahui di belakang sekolah kami ada lapangan kosong yang multifungsi,
dijadikan tempat bermain bola, tempat membuang bekas-bekas bangunan ada paku,
pecahan kaca. Kami gak mikir itu lagi, pokoknya berguling, merayap,
ngesot, entah apalah. Jangan sampai
berdiri kalau gak mau tamat riwayatnya.
Sialnya aku gak bisa back roll beberapa kali mencoba selalu
gagal. Mencoba lurus, jatuh badanku malah kesamping. Siall, rutenya jadi lebih
panjang (pythagoras blg gtu). Kepalaku pusing, udah gak bsa nglihat lurus
mual-mual juga. Aku raba kepala sudah penuh kerikil, jejak-jejak kerikil msih
membekas di batok kepalaku. Sakit sudah pasti. Aku coba nungging lagi,
ancang-ancang mau back roll. Sial, pantatku kena tendangan. "Guling kamu
tikus!" Ya Tuhan kenapa nasibku selalu apes. Pak Gabriel menjadikan
pantatku sasaran empuk.
Ini bukan pertama kali aku kena sial. Kakiku pernah ditendang
karena gak fokus pas baris. Aku pernah jongkok bangun 50 kali karena ketawa pas
pak gabriel cerita soal mangku sutarjana tadi. Tidak dipungkiri usia kami waktu
itu masih remaja, masih suka berontak melawan aturan. Tapi kami bukan siswa
yang tidak bertanggung jawab, jika salah maka kami siap dihukum. Kami tidak
cengeng , apa-apa main lapor orang tua, karena jauh di hati kami, kami sangat
mengormati guru. Didikan guru menumbuhkan jiwa sportif dlm diri kami dan aku
secara pribadi bersyukur dengan didikan pak Gabriel. Berkat beliau aku menjadi
pejalan tangguh, kaki-kakiku yang tak seberapa ini sudah pernah menaklukan
jalanan denpasar. Aku pernah menulis ttg betapa hebatnya kakiku judulnya
Pejalan Tangguh.
Ketika itu aku dan sahabtku merasa enggan untuk membebani
orang tua lagi. Jadi kami tidak pulang, kami sepakat mencari pekerjaan. Untuk
menghemat kami mengurangi naik angkot dengan berjalan kaki. Menyusuri Denpasar
yang panas, syukurnya aku tidak sendiri. Bersama sahabatku kami menjadi
pasangan Pejalan Tangguh.