Apa Kekuatan Buku Introvert Ini
Rasanya bersyukur banget dengan banyak perjuangan buku
Introvertku memilih lahir di bulan Februari. Bulan kelahiran Ghneya. Buku adalah anak rohani, anak
memilih waktu lahirnya sendiri. Aku berencana nerbitin buku tahun lalu, hanya
saja terkendala. Kata penerbit ada regulasi baru dalam mengurus ISBN.
Memerlukan waktu cukup lama. Bulan Desember aku bilang untuk tidak terbit saja
buku ini. Aku piker dengan segala hambatan itu, mungkin ngasih pesen buku ini
belum layak terbit.
Buku ini masih banyak kekurangan. Karena saya juga terhitung
baru menulis cerpen berbahasa Bali. Cerpen pertama saya judulnya introvert itu
di Desember 2020. Untuk buku ini aku menghabiskan waktu kurang lebih 1,5tahun. Banyak
kekurangan dari segi mengolah cerita biar lebih smooth atau halus. Beberapa
cerita kayak dipaksa. Juga catatan dari Penerbit Pak Sugianto, kekurangan buku
ini adalah penggunaan sor singgih basa. Ada penggunaan Sor Singgih yang tidak
tepat.
Kenapa aku memutuskan untuk menerbitkan buku ini? Aku sempat
mengirim draft cerpen ke teman baikku Made Aryanta. Dia bilang semoga
penerbitannya lancar. Kata itu cukup ngasih pendorongku untuk memilih lanjut.
Siapa tahu dari terbitnya buku ini jadi pemicu untuk terbitnya buku-buku yang
lain. Semoga. Semoga ide dan inspirasi datang mengalir dari segala penjuru.
Aku menulis buku ini dengan ide sederhana. Introvert. Sebuah
kepribadian. Bukan gangguan kepribadian. Tidak ada yang salah dari introvert.
Aku introvert. Aku pendiam, tidak suka keramaian, senang merenung.
Tidak ada yang salah dari itu. Buku ini juga jadi saksi perjuanganku berdamai
dengan sakit Insomniaku. Tahun 2021 adalah tahun Insomnia sedang parah. Tahun
2022 adalah masa pengobatan saya ke psikiater. Hal ini semakin mendorong
introvert terbit. Aku punya banyak pemahaman tentang kesehatan mental dari
psikiaterku.
Melihat dunia dari sudut pandang berbeda begitulah
introvert. Aku rasa kelebihan buku ini adalah bisa memberi nuansa baru pada
sastra Bali modern. Selama ini belum ada sastra Bali yang khusus menyorot isu
kesehatan mental. Secara umum pun kita sering memandang kesehatan mental
sebelah mata. Kita menganggap diri kita atau orang lain sakit ketika fisiknya
sakit. Kita sering menganggap orang depresi, cemas, trauma sebagai orang yang
berlebihan. Kurang bersyukur atau malah kurang ibadah. Padahal itu tidak ada
hubungannya sama sekali.
Di Bali sakit mental sering digeneralisir sebagai gila. Padahal
ODGJ dalam kedokteran itu banyak macamnya seringnya disebut scizofrenia. Sakit
mental juga sering disalahartikan, sering dianggap sakit non medis atau sakit
karena ilmu hitam. Sehingga penangannya cenderung ke balian atau non medis.
Kita belum banyak tahu bahwa di rumah sakit ada poli jiwa. Aku sendiri baru
sadar ada poli jiwa semenjak insomnia. Pasiennya juga banyak, tentu saja mereka
sudah memiliki pemikiran terbuka. Orang yang sakit mental ada peluang untuk
sembuh tergantung seberapa cepat penangannya. Poli Jiwa juga ditanggung BPJS. Kalau kalian merasa tidak baik-baik saja dengan mentalmu, jangan ragu pergilah ke profesional.
Buku Introvert ini juga jawaban untuk anak saya Ni Putu
Ghneya Nayara Iswari. Sesaat setelah dia lahir, aku berpikir apa yang bisa saya
lakukan untuknya. Karya apa yang bisa saya wariskan untuknya. Akhirnya
muncullah Ghneya Project, sebuah projek seumur hidup. Aku bagi menjadi 3
berdasarkan 3 potensiku. Pertama, aku akan menulis. Aku membuat surat email
untuknya. Aku tulis serutin yang aku bisa. Kelak di umurnya 17 tahun, aku kasih
surat-surat itu. Aku akan menulis buku tentang Ghneya.
Kedua, aku akan donor darah sampai 100 kali. Ketiga, aku
akan membuat pameran lukisan. Melalui Ghneya Project ini aku harap anakku sadar
bahwa dia dicintai oleh introvert. Ketika introvert mencintaimu, maka kamu
adalah Gravitasinya. Hidupnya akan berputar di sekitarmu.
Buleleng, 11 Februari 2023