Materi 4 Hukum Hindu
Kajian Hukum Hindu
sumber foto: mutiarahindu.com
Hukum Hindu adalah aturan yang bersumber pada Weda. Kitab Weda yang membahas hukum Hindu adalah Dharmasastra. Seperti yang disebutkan dalam Dharmasastra bahwa untuk membuat aturan harus mengacu pada 5 sumber hukum Hindu yaitu Sruti, Smerti, Sila, Acara dan Atmanastuti.
Untuk lebih memahami tentang Hukum Hindu kita bisa mengkaji dalam berbagai aspek. Adapun aspek itu meliputi: Sejarah, Sosiologi, Formal dan Filsafat.
1. Hukum Hindu dalam arti sejarah.
Hukum Hindu dari arti sejarah bisa dikaji secara kronologis berdasarkan kurun waktu turunnya kitab suci Weda. Seperti yang kita ketahui bahwa turunnya kitab suci Weda tidak dalam kurun waktu yang sama, melainkan rentang waktu yang panjang. Para Rsi penerima wahyu adalah Sapta Rsi yang hidup dalam waktu yang berbeda-beda.
Kita mengenal adanya jaman prasejarah. Atau masa sebelum dikenal adanya tulisan. Weda Sruti diturunkan pada masa manusia belum mengenal tulisan. Bahasa dalam Weda pun disebut sebagai Daiwiak atau bahasa para dewa. Rg Weda sebagai Weda yang tertua diperkirakan diturunkan pada 2000 tahun SM. Ketika fase ini ajaran weda diajarkan secara tradisional, disampaikan secara lisan melalui perguruan secara turun temurun.
Rsi Panini mengemas bahasa Daiwiwak menjadi bahasa Sansekerta , merupakan bahasa tertua di dunia. Beliau juga menyempurnakan tulisanya yang dikenal dengan huruf Dewanagari. Baru kemudian ada fase penulisan kitab Weda. Kitab Rg Weda diperkirakan ditulis pada abad X SM. Jaman ini dikenal dengan jaman sejarah jaman dimana manusia mengenal tulisan. Kemudian muncullah kitab smrti. Kitab smrti artinya kitab yang disusun berdasarkan ingatan. Kitab sruti isinya berupa mantra maka kitab smrti lebih berupa uraian untuk menjelaskan salah satu bidang dari Weda. Dharmasastra tergolong kitab smrti, karena khusus menjabarkan bidang hukum atau aturan kemasyarakatan.
2. Hukum Hindu dari Aspek
Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang membahas
perihal kemasyarakatan. Hukum Hindu adalah dharmasastra yang tentunya sangat
berkaitan dengan masyarakat. Masyarakat adalah kelompok orang yang mendiami
daerah tertentu yang diikat karena persamaan suku, ras, adat istiadat, agama,
bahasa dan lain sebagainya.
Weda baik sruti dan smerti adalah
aturan yang mengikat masyarakat untuk mewujudkan tujuan agama Hindu yakni
terwujudnya jagadhita dan moksa. Aturan itu dikemas dalam perilaku sehari-hari
dalam kehidupan beragama. Sehingga muncullah tradisi, adat, budaya yang
berlangsung secara turun temurun yang dijiwai oleh agama Hindu.
Agama Hindu tumbuh dan berkembang
mengikuti budaya setempat. Agama tidak menghilangkan budaya asalnya melainkan
tumbuh dan menjiwai budaya tersebut. Sehingga kita akan melihat wajah agama
Hindu yang berbeda-beda di masing-masing daerah. Agama Hindu di India wajahnya
tidak akan sama dengan agama Hindu di Bali karena budayanya berbeda.
3. Hukum Hindu dari Aspek Formal
Hukum dari aspek formal adalah
hukum yang dibuat secara resmi artinya hukum diterbitkan oleh pemerintah atau Lembaga
yang diakui oleh masyarakatnya. Hukum Hindu adalah hukum yang dibuat oleh Lembaga
yang berwenang dalam menerbitkan hukum Hindu. Sehingga hukum ini akan dipatuhi
oleh masyarakatnya.
Contohnya dalam agama Hindu Lembaga
yang berhak menerbitkan aturan terkait dengan agama Hindu adalah Parisadha.
Parisadha ini terdiri dari sulinggih dan pemikir Hindu. Contoh aturannya
misalnya aturan tentang persembahyangan, upacara, perayaan hari besar
keagamaan, aturan tentang pura, busana ke pura dsb.
4. Hukum Hindu dari Aspek Filsafat
Filsafat adalah ilmu untuk
mengetahui kebenaran yang sejati dengan menggunakan akal pikiran atau logika.
Filsafat ini akan mengantarkan kita pada kebenaran yang sejati, hakekat hidup
ini, tujuan sejati kehidupan ini.
Hukum Hindu dari aspek filsafat
artinya Weda mengarahkan manusia untuk memahami hakikat kehidupan ini,
menyadari tentang kebenaran sejati, menyadari tujuan hidup manusia. Agama Hindu
sudah jelas menggambarkan bahwa tujuan kelahiran manusia adalah untuk
mewujudkan jagadhita atau kebahagiaan jasmani dan moksa atau kebahagiaan
rohani.
Kedua tujuan ini harus diwujudkan
secara seimbang. Kelahiran kita tidak boleh hanya untuk memenuhi kebahagiaan dunia semata ataupun
kebahagiaan akhirat semata. Kita harus menyeimbangkan keduanya sehingga kelak
kita bisa mewujudkan moksa yaitu bersatunya atman dengan Brahman.