Memberdayakan Aset untuk Mewujudkan Sekolah adalah Taman

            


           Sekolah menurut Ki Hadjar Dewantara adalah sebuah taman. Kenapa disebut taman? Saya membayangkan sebuah taman adalah tempat yang indah dan menyenangkan. Taman terdiri dari lingkungan biotik dan abiotic. Lingkungan biotik terdiri dari pohon, bunga, tanaman, kupu-kupu, serangga, capung dan makhluk hidup lainnya. Lingkungan abiotic terdiri dari tanah, air, batu, udara, sinar matahari dan sebagainya. Lingkungan biotik dan abiotic ini saling mendukung untuk mewujudkan taman yang indah dan nyaman.

            Mewujudkan sekolah sebagai sebuah taman diperlukan hubungan yang harmonis antara lingkungan biotik dan abiotic. Jika sebuah taman memerlukan petani, maka sekolah memerlukan guru. Peran guru dan petani menurut Ki Hadjar Dewantara adalah relative sama. Seorang guru hendaknya seperti petani yang telaten menjaga unsur biotik dan abiotic. Merawat tanaman, membasmi hama dan gulma, menjaga kesuburan tanah, dan ketersediaan air.

            Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus melihat lingkungan biotik dan abiotic ini sebagai sebuah asset. Aset yang yang bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Aset yang terdapat di sekolah meliputi Aset Manusia, Sosial, Politik, Agama dan Budaya, Fisik, Lingkungan, dan Finansial.  Selayaknya petani yang paham betul karakter lahan yang diolahnya, seorang guru juga harus memahami asset yang dimiliki oleh sekolahnya.

Aset yang dimiliki sekolah ini sangat banyak sehingga diperlukan pemetaan asset terlebih dahulu. Guru bisa menarik peran serta seluruh warga sekolah untuk memikirkan bersama asset yang dimiliki sekolah. Khususnya pada asset manusia, guru harus bisa mendorong seluruh warga untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Dalam mengoptimalkan potensi ini guru bisa menerapkan prinsip coaching.

Pengembangan asset sekolah hendaknya menggunakan paradigma berpikir berbasis asset. Dimana paradigma ini artinya upaya pengembangan sekolah dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki dan berfokus pada solusi bukan masalah. Kebalikan paradigma ini adalah paradigma berpikir berbasis kekurangan. Paradigma ini seringkali muaranya adalah bujukan moral yang tentu harus dihindari seorang guru.

            Petani yang gagal panen, dia tidak akan menyalahkan cuaca. Petani yang baik akan berfokus pada usaha, pada perbaikan-perbaikan yang bisa dilakukan. Begitu juga bagi seorang guru, ketika menemukan permasalahan, guru harus mencari solusi. Guru hendaknya mampu memperbaiki caranya dalam mengelola program. Menghindari adanya bujukan moral atau cara-cara instan yang justru membuat permasalahan semakin besar.

            Program yang dibuat sekolah hendaknya sesuai dengan tiga hal yaitu Berpihak Pada Murid, Berdasar Pada Kebajikan Universal, dan Bertanggung Jawab. Program sekolah dirancang, dilaksanakan, dan diawasi oleh guru. Penting guru menjalankan Pratap triloka yaitu Ing Arso Sung Tolodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Guru di depan memberikan inspirasi, di tengah mengawasi, dan di belakang memberikan dorongan.

Program yang berpihak pada murid sering diartikan di masyarakat sebagai pendidikan yang tidak memberatkan murid secara ekonomi. Pendidikan yang murah bahkan gratis sesungguhnya impian bagi masyarakat umum. Program sekolah seringkali menjadi sorotan masyarakat karena harus memungut biaya dari masyarakat.

Program yang memungut biaya ini misalnya study tour, wisuda atau pelepasan murid, atau perayaan HUT sekolah. Seringnya acara-acara itu menjadi khusus, guru hendaknya berhati-hati dalam memutuskan kegiatan itu.

Jika program-program itu dilakukan dengan memanfaatkan asset yang ada tentu tidak akan memerlukan dana yang besar. Misalnya study tour dengan mengunjungi tempat-tempat penting atau bersejarah yang ada di wilayah kecamatan ataupun kabupaten. Pelepasan murid dengan meminjam aula balai desa. Perayaan HUT sekolah yang tidak mengundang artis atau band terkenal.

            Program yang berpihak pada murid adalah program yang mampu memberdayakan asset atau kekuatan yang dimiliki sekolah. Program ini tentu saja sudah melalui tahapan BAGJA dengan melibatkan warga sekolah dan pihak yang berkaitan. Semakin banyak pihak yang dilibatkan maka kemungkinan besar program itu bisa diterima semua orang.

Alur BAGJA meliputi Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana dan Atur Eksekusi. Pada alur buat pertanyaan, ambil pelajaran, dan gali mimpi semua pihak memberikan sumbangsih pemikirannya. Pada alur jabarkan rencana dan atur eksekusi diperlukan komitmen semua pihak untuk mewujudkan program.

Mengembangkan sekolah dengan paradigma berpikir berbasis asset adalah sebuah seni, artinya tidak ada panduan baku dalam mengelola asset. Diperlukan kepekaan rasa, kebijaksanaan yang terus diasah melalui pengalaman-pengalaman selayaknya kesabaran tangan petani dalam mengolah taman.


Postingan Populer