Guru Yang Berhasil Memimpin Dirinya Sendiri



Kurikulum Merdeka menyebutkan adanya dua jenis kemerdekaan yaitu Merdeka Belajar dan Merdeka Mengajar. Murid diberikan kemerdekaan belajar dan guru diberikan kemerdekaan mengajar. Logikanya untuk mewujudkan murid yang merdeka tentu saja diperlukan guru yang terlebih dahulu merdeka. Seperti apakah guru yang merdeka?

Guru yang merdeka menurut saya adalah guru yang mampu memimpin dirinya sendiri, sehingga layak disebut sosok yang digugu dan ditiru. Kemampuan guru dalam hal ini, saya kira sejalan dengan Keterampilan Sosial Emosional. Keterampilan sosial emosional adalah kemampuan guru dalam memahami, mengelola dan mengekpsresikan emosinya untuk menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan. Keterampilan ini sangat diperlukan guru mengingat peran guru sering berhadapan dengan dilema etika dan bujukan moral.

Masalah guru bisa datang dari mana saja tidak hanya dari murid, bisa saja dari orangtua dan masyarakat. Sudah sering kita mendengar sosok guru yang dipolisikan. Guru nampaknya perlu juga melatih teknik-teknik dalam keterampilan sosial emosional misalnya teknik STOP. Teknik ini membantu guru untuk tidak membuat keputusan yang gegabah karena terpancing emosi. Teknik STOP ini juga berguna untuk mengistirahatkan pikiran sehingga guru lebih sehat mental.

Guru sebagai pemimpin pembelajaran seperti dijelaskan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai Pratap Triloka. Pratap Triloka ini adalah Ing Arso Sung Tolodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Seorang guru harus bisa memposisikan diri di depan sebagai teladan, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberi dorongan. Setiap posisi tentu saja ada tanggung jawab yang harus diemban dan keputusan yang harus ditentukan oleh guru.

Apapun posisi yang dipilih guru baik sebagai teladan, pemberi semangat atau pemberi dorongan guru harus mengutamakan nilai kebajikan universal. Nilai kebajikan universal ini disarikan ke dalam 6 elemen profil pelajar Pancasila. Guru sebagai teladan tentu saja harus menunjukkan terlebih dahulu nilai-nilai itu seperti beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, gotong royong, bernalar kritir, kreatif dan berkebhinekaan global.

Nilai-nilai kebajikan ini akan menjadi visi guru yang menentukan cara pandangnya. Ki Hadjar Dewantara menyebutkan adanya asas Tri Kon. Ada tiga asas dalam menyikapi kondisi di luar yang terdiri dari Konsentris, Konvergen, dan Kontinuitas. Konsentris adalah nilai-nilai kebajikan yang dianut yang tidak boleh diubah. Konvergen artinya mengambil beberapa hal baik dari luar. Kontinuitas artinya proses yang konsisten dan berkesinambungan.

Hal ini memiliki kemiripan pengertian dengan tiga hal yang diperhatikan dalam pengambilan keputusan guru yaitu Nilai-nilai Kebajikan, Berpihak pada murid, dan Bertanggungjawab. Guru harus mempertimbangkan nilai-nilai kebajikan dengan permasalahan yang dialami murid. Ketika mencari tahu tentang permasalahan murid guru harus mengambil posisi di tengah atau Ing Madyo Mangun Karso.

Hanya ketika guru berada bersama murid, guru tahu kondisi murid sebenarnya. Dalam hal ini keterampilan Coaching sangat diperlukan. Dalam coaching terdapat prinsip kesetaraan artinya guru dan murid berada dalam kondisi setara. Guru hendaknya mampu menjadi pendengar yang baik dan mengenali kata-kata kunci yang dikeluarkan murid. Kembali lagi keterampilan Sosial Emosional ini sangat diperlukan.

Prinsip coaching ini sejalan dengan pendidikan yang berpihak pada murid karena dalam coaching muridlah yang menentukan solusi dari permasalahannya. Guru memposisikan diri di belakang atau Tut Wuri Handayani. Guru memberikan dorongan atau motivasi kepada murid.

Guru yang berada di posisi depan atau Ing Arso Sung Tolodo artinya gurulah yang lebih melihat tantangan dan ancaman di depan. Dalam posisi ini seringkali guru menghadapi dilema etika dan bujukan moral. Guru harus mengambil keputusan yang sulit karena bisa saja semua pilihan sama-sama baik atau sama-sama buruk. Di sinilah kebijaksanaan guru diuji, guru harus bisa berpikir dari berbagai sudut pandang. Guru bisa mempertimbangkan keputusan berbasis hasil akhir, berbasis aturan, atau berbasis peduli.

Apapun keputusan yang diambil kembali lagi, ini sangat bergantung pada keberhasilan guru dalam mempimpin dirinya sendiri. Karena semua memang bermula dan berakhir pada diri kita sendiri. Guru yang berusaha mengupayakan yang terbaik kepada muridnya tentu saja akan mendapat yang terbaik pula. Karena murid yang merdeka lahir dari guru yang merdeka.

Postingan Populer