Cerita Guru
Filosofi Shino Aburame
Aku belum layak untuk disebut sebagai seorang guru. Menjadi
guru adalah jalan ninjaku. Walau banyak halangan akan aku terima. Halangan yang
justru datang dari diriku sendiri. Hmm payah, mungkin kalau belum pernah ketemu
guru macam aku. Guru yang sering kehilangan gaya di kelas. Guru yang
mengajarkan percaya diri, justru Gurunya nunjukin dirinya pemalu alias
malu-maluin.
Pantas saja kalian menunjukkan ketidak percayaan di kelas.
Wajah dengan tatapan kosong. Seperti ingin keluar dari kelas tapi tidak bisa.
Kasian gurunya ngenes. Hasilnya kalian menyibukkan diri. Mendengar lagu,
ngerjain tugas lain, atau malah ngantuk dan tidur. Kita seperti punya kesibukan
sendiri-sendiri. Aku mungkin mengoceh tapi aku tak yakin kalian mendengarnya.
Aku mungkin sosok yang tidak menonjol karena ditutupi
kelemahan-kelemahan yang banyak. Ibarat badan yang tertutup lemak jadi
obesitas. Tak sedap dipandang. Tak penting untuk dihiraukan. Dilupakan seperti
Shino Aburame. Ya, Shino Aburame. Bagi kalian yang menonton Naruto, pasti tahu
sosok ini. Ninja yang sering dilupakan karena payah.
Setiap ngajar aku ngebayangin Shino Aburame karena apa yang
kami alami mirip. Shino menjadi guru untuk ninja Genin yang sering bertindak
kurang ajar. Nasib kami mirip. Setiap membayangkannya, aku gak sedih lagi.
Membayangkan orang yang bernasib sama bikin kesedihan kita berkurang, bukan
begitu?
Melihat kegigihan Shino membuatku bangkit. Shino belum
menyerah untuk menjadi guru. Aku pun belum. Kalaupun kali ini aku belum menjadi
guru yang baik, setidaknya lain kali masih ada kesempatan. Aku akan menghadapi
ketidakpedulian siswa. Menyiapkan materi yang belum tentu dibaca. Menciptakan
keseruan-keseruan yang tentu saja tidak seru. Berjuang menciptakan kesan, walau
endingnya sudah tahu. Aku pasti dilupakan.